Pages - Menu

Minggu, 07 Oktober 2012

Jalur Kereta Saketi-Bayah merupakan aset Berharga di Banten

 “Habis manis sepah dibuang, itulah nasib Jalur Kereta Api  Saketi-Bayah”

Jalur kereta api Saketi-Bayah adalah jalur kereta api yang menghubungkan Stasiun Saketi dengan Stasiun Bayah. Bekas-bekas bangunan stasiun maupun jembatan masih dapat di lihat, walaupun rel nya sudah lenyap. Dahulu jalur ini dipakai oleh tentara Jepang untuk mengangkut hasil bumi dari Bayah menuju kota-kota besar yang ada di pulau Jawa. Rel kereta api dijalur ini diambil dari jalur kereta api lain, Seperti rel ukuran 1435 mm dari jalur Yogyakarta-Solo.

Jalur Kereta Api Saketi-Bayah sebagai “Death Railway”
Stasiun Saketi
Sumber : http://humaspdg.files.wordpress.com/2010/04/stasiun_saketi1.jpg

Jalur Kereta Api  Saketi – Bayah pada saat pembangunannya banyak memakan korban ribuan manusia, dengan jumlah korban fantastis yang terdiri dari tawanan perang / Prisoner Of War (POW) Sekutu dan Romusha. Berikut ini adalah beberapa tulisan yang berkaitan dengan Jalur Kereta Api Saketi – Bayah yang fenomenal itu, tulisan yang saya kutip dari beberapa postingan di internet ini, mudah-mudahan menjadi referensi bagi kita semua.

Pembangunan jalan kereta api punya arti sangat strategis bagi kelanjutan ekspansi tentara Jepang pada Perang Dunia ke-II, dan dikerjakan dengan Sistim Kerja Paksa (slave labour) Romusha dan tawanan perang / Prisoner Of War (POW). Perihal jalur kereta api maut, sejarah mencatat, Jepang menorehkan kisah kejam  di Banten Selatan jalur Saketi – Bayah. Sebelumnya, Jepang sudah membuka jalur kematian dari Thailand ke Burma. Sebuah jalur kereta api yang juga sudah direncanakan oleh pemerintah Inggris, namun karena kondisi alam yang berat maka rencana itu dikesampingkan. Jepanglah yang kemudian mengacak-acak dokumen Belanda dan Inggris dan menemukan rencana jalur tersebut untuk kemudian mewujudkannya melalui tangan, darah, dan nyawa para Romusha yang tak hanya terdiri atas bangsa Indonesia tapi juga Australia, Inggris, Amerika, dan Belanda.

Jadi selama Perang Dunia II (1938-1945) Jepang membangun tiga jalur kereta api di dua wilayah di Asia Tenggara yaitu jalur Thailand-Burma, Muaro Sijunjung-Pekanbaru, dan jalur Saketi-Bayah. Jepang menggunakan tahanan yang dipaksa kerja dan seperti dikirim ke neraka karena puluhan ribu jiwa melayang dalam proyek pembangunan jalur kereta api tersebut. Jalur kereta api di dua wilayah Indonesia itu tak lagi bersisa, seperti juga tragedi kekejaman Jepang yang seakan terlupakan.

Jalur Saketi – Bayah (Death Railway) pembangunannya dilaksanakan pada tahun 1942-1945.  Pembangunan jalan KA Saketi-Bayah juga merupakan bagian dari strategi perang Jepang bertujuan ganda : pertama mengangkut batu bara dari tambang batu bara Cikotok yang merupakan bahan bakar kereta api dan kapal zaman itu, kedua guna menghindarkan angkutan laut yang sudah mulai terancam oleh serangan torpedo kapal selam sekutu.  Pembangunannya juga dilakukan dengan menggunakan tenaga romusha tanpa POW, tapi melibatkan sejumlah tenaga ahli perkereta apian Belanda yang menjadi tawanan perang Jepang.

Pekerjaan penambangan batu bara inipun dikerjakan dengan penggunaan tenaga romusha. Bantalan kayu dan rel untuk pembangunan jalan KA ini diambil dari seluruh Jawa, sebagaimana halnya juga dengan tenaga romusha yang kebanyakan berasal dari Jawa Tengah, seperti dari Purworejo, Kutoarjo, Solo, Purwodadi, Semarang, Yogyakarta, dan lain-lain. Pembangunan jalan kereta api sepanjang  89 km ini menelan korban yang diperkirakan mencapai 93.000 jiwa romusha.

Bayah yang sibuk dengan aktivitas  pembuatan jalan kereta api dan penambangan batu bara inilah yang juga terkait dengan cerita seputar Tan Malaka. Diceritakan bahwa dikota kecil Bayah inilah Tan Malaka  pernah menetap. Kota yang merupakan tempat yang aman bagi persembunyian Tan Malaka, dan tempat yang cukup tenang guna meneruskan aktivitasnya menuliskan buah-buah pemikirannya tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Jalur yang terlupakan

Seiring dengan hilangnya bukti-bukti penjajahan Jepang di Indonesia, Kisah tentang Kekejaman penjajahan jepang yang banyak menelan korban jiwa itu pun terlupakan begitu saja. Tidak ada yang tahu jejak kereta api Saketi-Bayah tersebut sekarang, Generasi muda pun sekarang telah melupakannya, yang tersisa hanyalah beton-beton jembatan yang  kokoh berdiri di setiap persimpangan sungai. 

Saking kuatnya beton-beton penyanggah jembatan rail kereta api tersebut, ada sebagian beton-beton bersejarah yang menjadi beton penyanggah jembatan baru untuk jalan di daerah tersebut. Seperti pada daerah di sekitar Jalan Baru yang menghubungkan Desa Sukamanah dengan Desa Rahong.

Untuk beberapa jalur pantai selatan dari Desa Cilangkahan menuju kecamatan bayah hingga Cikotok sebagai tujuan utama, hingga sekarang masih terlihat beton-beton jembatan yang hanya menjadi sebuah batu biasa tanpa makna bagi masyarakat sekitar, rail yang dulunya dipasangkan dengan berkeringat darah ribuan romusha, sekarang telah lenyap di jarah masyarakata sekitar.

Inilah hasil dari pemusnahan bukti penjajahan Jepang terhadap bangsa ini. Jalur yang dibangun guna mengambil kekayaan alam di daerah cikotok sekarang hanya menjadi bukti yang terlupakan tanpa makna.
Beton Jembaran Rail Kereta di Kecamatan Cihara
Sumber : http://humaspdg.files.wordpress.com/2010/04/29122009007.jpg
Beton Jembatan Rail Kereta Api di Daerah Panyaungan-Bayah
Sumber : http://humaspdg.files.wordpress.com/2010/04/29122009004.jpg

Jalur wisata Romusha

Sempat terpikirkan dalam benak penulis untuk mengaktifkan kembali jalur tersebut sebagai alat transportasi pendukung bagi masyarakat banten selatan, karena selama ini masyarakat banten selatan hanya mengandalkan jalur transportasi darat berupa jalan raya yang hampir setiap tahun mengalami pembangunan karena hanya bertahan selama 3-4 bulan saja yang diakibatkan kendaraan ekspedisi pengangkut hasil bumi dengan beban ber-ton-ton.

Jika jalur kereta api tersebut dibangun kembali, maka secara tidak langsung pemerintah dapat membuka jalur ekonomi masyarakat Banten Selatan yang selama ini masih terisolasi akibat tidak baiknya infrastuktur publik di daerah tersebut. Selain itu, Daerah Wisata Banten Selatan sangat menjanjikan sebagai sumber pendapatan Daerah. Mengingat Propinsi Banten merupakan tetangga ibu kota yang sangat membutuhkan tempat wisata yang nyaman dan alami.

Pengaktifan jalur kereta tersebut mungkin membutuhkan dana yang tidak sedikit, tapi harus diperhatikan keuntungan yang akan diperoleh dari pembangunan tersebut,

  • Jalur Kereta Api akan menjadi Jalur Wisata Romusha, Masyarakat Jepang bangkit setelah kepedihan yang terjadi dengan Hirosima dan Nagasaki. Jadi kenapa musti takut sebuah kepedihan yang kita alami dahulu akan membuka luka lama, tapi pikirkan bahwa masyarakat kita akan lebih menghargai jasa pahlawan negeri ini terutama Romusha.
  • Jalur kereta Api akan menjadi moda transportasi massal yang dapat memudahkan masyarakat Banten Selatan pada khususnya dalam mencari nafkah dan lain sebagainya, mengingat harga transportasi umum sekarang (red-Bus dan Elp) sangat mahal dan sulit untuk dijangkau oleh masyarakat Banten Selatan.
  • Jalur Kereta Api akan meningkatkan roda ekonomi masyarakat Banten, terutama untuk pengiriman barang pertanian, pertambangan dan lani sebagainya. Jumlah kerugian akibat kerusakan produk di jalanan akan berkurang dan harga produk akan semakin terjangkau.
 Jadi, perlukah kita membangun Jalur Kereta Saketi Bayah? Ataukah Jalur tersebut harus kita lupakan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar