“Habis manis sepah dibuang, itulah nasib Jalur Kereta Api Saketi-Bayah”
Jalur
kereta api Saketi-Bayah adalah jalur kereta api yang menghubungkan Stasiun
Saketi dengan Stasiun Bayah. Bekas-bekas bangunan stasiun maupun jembatan masih
dapat di lihat, walaupun rel nya sudah lenyap. Dahulu jalur ini dipakai oleh
tentara Jepang untuk mengangkut hasil bumi dari Bayah menuju kota-kota besar
yang ada di pulau Jawa. Rel kereta api dijalur ini diambil dari jalur kereta
api lain, Seperti rel ukuran 1435 mm dari jalur Yogyakarta-Solo.
Jalur
Kereta Api Saketi-Bayah sebagai “Death Railway”
Stasiun Saketi Sumber : http://humaspdg.files.wordpress.com/2010/04/stasiun_saketi1.jpg |
Jalur
Kereta Api Saketi – Bayah pada saat
pembangunannya banyak memakan korban ribuan manusia, dengan jumlah korban
fantastis yang terdiri dari tawanan perang / Prisoner Of War (POW) Sekutu dan
Romusha. Berikut ini adalah beberapa tulisan yang berkaitan dengan Jalur Kereta
Api Saketi – Bayah yang fenomenal itu, tulisan yang saya kutip dari beberapa
postingan di internet ini, mudah-mudahan menjadi referensi bagi kita semua.
Pembangunan
jalan kereta api punya arti sangat strategis bagi kelanjutan ekspansi tentara
Jepang pada Perang Dunia ke-II, dan dikerjakan dengan Sistim Kerja Paksa (slave
labour) Romusha dan tawanan perang / Prisoner Of War (POW). Perihal
jalur kereta api maut, sejarah mencatat, Jepang menorehkan kisah kejam di Banten Selatan jalur Saketi – Bayah.
Sebelumnya, Jepang sudah membuka jalur kematian dari Thailand ke Burma. Sebuah
jalur kereta api yang juga sudah direncanakan oleh pemerintah Inggris, namun
karena kondisi alam yang berat maka rencana itu dikesampingkan. Jepanglah yang
kemudian mengacak-acak dokumen Belanda dan Inggris dan menemukan rencana jalur
tersebut untuk kemudian mewujudkannya melalui tangan, darah, dan nyawa para
Romusha yang tak hanya terdiri atas bangsa Indonesia tapi juga Australia,
Inggris, Amerika, dan Belanda.
Jadi
selama Perang Dunia II (1938-1945) Jepang membangun tiga jalur kereta api di
dua wilayah di Asia Tenggara yaitu jalur Thailand-Burma, Muaro
Sijunjung-Pekanbaru, dan jalur Saketi-Bayah. Jepang menggunakan tahanan yang dipaksa kerja dan seperti dikirim ke
neraka karena puluhan ribu jiwa melayang dalam proyek pembangunan jalur kereta
api tersebut. Jalur kereta api di dua wilayah Indonesia itu tak lagi bersisa,
seperti juga tragedi kekejaman Jepang yang seakan terlupakan.
Jalur
Saketi – Bayah (Death Railway) pembangunannya dilaksanakan pada tahun
1942-1945. Pembangunan jalan KA
Saketi-Bayah juga merupakan bagian dari strategi perang Jepang bertujuan ganda
: pertama mengangkut batu bara dari tambang batu bara Cikotok yang merupakan
bahan bakar kereta api dan kapal zaman itu, kedua guna menghindarkan angkutan
laut yang sudah mulai terancam oleh serangan torpedo kapal selam sekutu. Pembangunannya juga dilakukan dengan
menggunakan tenaga romusha tanpa POW, tapi melibatkan sejumlah tenaga ahli
perkereta apian Belanda yang menjadi tawanan perang Jepang.
Pekerjaan
penambangan batu bara inipun dikerjakan dengan penggunaan tenaga romusha.
Bantalan kayu dan rel untuk pembangunan jalan KA ini diambil dari seluruh Jawa,
sebagaimana halnya juga dengan tenaga romusha yang kebanyakan berasal dari Jawa
Tengah, seperti dari Purworejo, Kutoarjo, Solo, Purwodadi, Semarang,
Yogyakarta, dan lain-lain. Pembangunan jalan kereta api sepanjang 89 km ini menelan korban yang diperkirakan
mencapai 93.000 jiwa romusha.
Bayah
yang sibuk dengan aktivitas pembuatan
jalan kereta api dan penambangan batu bara inilah yang juga terkait dengan
cerita seputar Tan Malaka. Diceritakan bahwa dikota kecil Bayah inilah Tan
Malaka pernah menetap. Kota yang
merupakan tempat yang aman bagi persembunyian Tan Malaka, dan tempat yang cukup
tenang guna meneruskan aktivitasnya menuliskan buah-buah pemikirannya tentang
perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Jalur
yang terlupakan
Seiring
dengan hilangnya bukti-bukti penjajahan Jepang di Indonesia, Kisah tentang Kekejaman
penjajahan jepang yang banyak menelan korban jiwa itu pun terlupakan begitu
saja. Tidak ada yang tahu jejak kereta api Saketi-Bayah tersebut sekarang,
Generasi muda pun sekarang telah melupakannya, yang tersisa hanyalah
beton-beton jembatan yang kokoh berdiri
di setiap persimpangan sungai.
Saking
kuatnya beton-beton penyanggah jembatan rail kereta api tersebut, ada sebagian
beton-beton bersejarah yang menjadi beton penyanggah jembatan baru untuk jalan
di daerah tersebut. Seperti pada daerah di sekitar Jalan Baru yang menghubungkan
Desa Sukamanah dengan Desa Rahong.
Untuk
beberapa jalur pantai selatan dari Desa Cilangkahan menuju kecamatan bayah
hingga Cikotok sebagai tujuan utama, hingga sekarang masih terlihat beton-beton
jembatan yang hanya menjadi sebuah batu biasa tanpa makna bagi masyarakat
sekitar, rail yang dulunya dipasangkan dengan berkeringat darah ribuan romusha,
sekarang telah lenyap di jarah masyarakata sekitar.
Inilah
hasil dari pemusnahan bukti penjajahan Jepang terhadap bangsa ini. Jalur yang
dibangun guna mengambil kekayaan alam di daerah cikotok sekarang hanya menjadi
bukti yang terlupakan tanpa makna.
Beton Jembaran Rail Kereta di Kecamatan Cihara Sumber : http://humaspdg.files.wordpress.com/2010/04/29122009007.jpg |
Beton Jembatan Rail Kereta Api di Daerah Panyaungan-Bayah Sumber : http://humaspdg.files.wordpress.com/2010/04/29122009004.jpg |
Jalur
wisata Romusha
Sempat
terpikirkan dalam benak penulis untuk mengaktifkan kembali jalur tersebut
sebagai alat transportasi pendukung bagi masyarakat banten selatan, karena
selama ini masyarakat banten selatan hanya mengandalkan jalur transportasi darat
berupa jalan raya yang hampir setiap tahun mengalami pembangunan karena hanya
bertahan selama 3-4 bulan saja yang diakibatkan kendaraan ekspedisi pengangkut hasil
bumi dengan beban ber-ton-ton.
Jika
jalur kereta api tersebut dibangun kembali, maka secara tidak langsung
pemerintah dapat membuka jalur ekonomi masyarakat Banten Selatan yang selama
ini masih terisolasi akibat tidak baiknya infrastuktur publik di daerah
tersebut. Selain itu, Daerah Wisata Banten Selatan sangat menjanjikan sebagai sumber
pendapatan Daerah. Mengingat Propinsi Banten merupakan tetangga ibu kota yang
sangat membutuhkan tempat wisata yang nyaman dan alami.
- Jalur Kereta Api akan menjadi Jalur Wisata Romusha, Masyarakat Jepang bangkit setelah kepedihan yang terjadi dengan Hirosima dan Nagasaki. Jadi kenapa musti takut sebuah kepedihan yang kita alami dahulu akan membuka luka lama, tapi pikirkan bahwa masyarakat kita akan lebih menghargai jasa pahlawan negeri ini terutama Romusha.
- Jalur kereta Api akan menjadi moda transportasi massal yang dapat memudahkan masyarakat Banten Selatan pada khususnya dalam mencari nafkah dan lain sebagainya, mengingat harga transportasi umum sekarang (red-Bus dan Elp) sangat mahal dan sulit untuk dijangkau oleh masyarakat Banten Selatan.
- Jalur Kereta Api akan meningkatkan roda ekonomi masyarakat Banten, terutama untuk pengiriman barang pertanian, pertambangan dan lani sebagainya. Jumlah kerugian akibat kerusakan produk di jalanan akan berkurang dan harga produk akan semakin terjangkau.
Jadi,
perlukah kita membangun Jalur Kereta Saketi Bayah? Ataukah Jalur tersebut harus
kita lupakan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar